Jumat, 16 September 2016



Tugas
Geomorfologi dasar
O
L
E
h
Nama : Pathiah kasili
Nim : 451 413 043



JURUSAN ILMU TEKNOLOGI DAN KEBUMIAN
PRODI PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2016

Pengertian, Sejarah dan Arti Penting Geomorfologi
            Pada hakekatnya geomorfologi dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang roman muka bumi beserta aspek-aspek yang mempengaruhinya termasuk deskripsi, klasifikasi, genesa, perkembangan dan sejarah permukaan bumi. Kata Geomorfologi (Geomorphology) berasal bahasa Yunani, yang terdiri dari tiga kata yaitu: Geos (erath/bumi), morphos (shape/bentuk), logos (knowledge atau ilmu pengetahuan). Berdasarkan dari kata-kata tersebut, maka pengertian geomorfologi merupakan pengetahuan tentang bentuk-bentuk permukaan bumi.
Sejarah geomorfologi sejak awal abad 19 telah dikenal di negara-negara berkembang dan sebagai disiplin akademik kira-kira muncul sebelum abad ke 17. Perkembangan yang pesat dari geomorfologi terjadi pada awal abad ke 20 di negara-negara berkembang, sedangkan di Indonesia geomorfologi baru dikenal pada awal abad ke 20. Awal perkembangannya geomorfologi lebih bersifat akademik, sebagai ilmu pendukung geografi dan geologi, tetapi dalam dasawarsa terakhir ini geomorfologi mulai dirasakan arti pentingnya dalam pembangunan maupun dalam pengelolaan lingkungan hidup. Geomorfologi yang kita pelajari seperti saat sekarang ini telah melalui pengalaman panjang dalam membangun konsep dasar dan metodologinya. Ada 5 fase perkembangan geomorfologi yang dapat ditelusuri, yang masing-masing uraiannya adalah sebagai berikut:
§  Fase pertama (sebelum abad ke 17)
Fase ini merupakan fase peletak dasar pemikiran geologi dan geomorfologi yang telah dimulai lima abad sebelum Masehi (Thornbury, 1954). Pandangan kuno yang terkait dengan geologi dan geomorfologi seperti dikemukakan oleh Herodutus (485-425 SM), Aristotle (384-322 SM), Strabo (54 SM – 25 M) dan Senecca (- SM – 65 M). Herodutus, mengamati penimbunan geluh (loam) dan lempung (clay) oleh S. Nil, sehingga memberikan julukan “Mesir adalah pemberian S. Nil”. Pandangan Herodutus yang lain adalah perbukitan di Mesir yang mengandung kerang, pada masa lampau pernah di bawah permukaan laut.
Aristotle, berpandangan bahwa air yang keluar dari mata air itu berasal dari air hujan yang mengalami perkolasi ke bawah permukan tanah; air yang ada di dalam bumi berasal dari kondensasi di udara yang masuk ke permukaan bumi, dan air yang berada di dalam bumi menguap dengan berbagai jalan.
Strabo, mengamati dan mencatat adanya penenggelaman lokal dan munculnya daratan. Strabo berpendapat bahwa “Vale of Tompe” merupakan basil gempa bumi, selain itu juga mengatakan bahwa G. Vesuvius adalah gunungapi, meskipun semasa hidupnya gunungapi tersebut belum pernah meletus. Pandangan Strabo yang lain adalah bahwa delta dari sungai bervariasi menurut daerah aliran sungainya; delta yang besar terbentuk bila daerah yang dialiri luas dan batuannya lemah, dan pembentukan delta terpengaruh oleh pasang surut dan aliran sungai.
Seneca, mengenal gempa bumi lokal alami, tetapi masih menganggap bahwa gempa bumi terjadi sebagai akibat bencana internal dari angin daratan. Seneca juga beranggapan bahwa air hujan cukup untuk mengisi sungai-sungai, dan juga berpandangan bahwa tenaga aliran sungai dapat mengikis lembah-lembahnya.
Avicenna (Ibnu Sina, 987-1037) berpandangan bahwa asal mula pegunungan dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu pengangkatan seperti yang terjadi oleh gempa bumi, dan oleh pengaruh air yang mengalir dan embusan angin yang membentuk lembah­lembah pada batuan lunak.
Leonardo da Vinci (1452-15190) berpandangan bahwa lembah terkikis oleh sungai dan sungai tersebut mengangkut material dari suatu tempat di permukaan bumi dan mengendapkannya di mana saja.
Dalam fase pertama ini sebagian besar pandangan memberikan teori dasar terutama tentang proses berdasarkan pengamatan lokal, dan berusaha memberikan penjelasan bagaimanakah suatu fenomena alam tersebut terjadi. Pada fase ini ilmu geomorfologi belum muncul, tetapi pandangan-pandangan yang dikemukakan sebagian masih relevan dengan konsep yang berlaku hingga saat ini.
§  Fase kedua (Abad 17 dan 18).
Pada fase ini ada dua konsep yang menonjol, yaitu konsep katastrofisme dan konsep uniformitarianisme (King, 1976). Konsep katastrofisme dikemukakan oleh Abraham Kitlob Wenner (1979-1817). Konsep tersebut muncul atas dasar pengamatan Wenner pada strata batuan yang ternyata setiap stratum (lapisan) memiliki sifat yang khas. Hasil pengamatan tersebut diformulasikan menjadi konsep lahirnya bumi yang berasal dari basin lautan yang besar. Wenner berpandangan bahwa setiap stratum batuan terjadi pada suatu dasar tubuh perairan yang luas kemudian mengendapkan sedimennya di atas stratum yang ada sebelumnya. Material yang lebih mampat terendapkan oleh larutan yang pekat/kental. Pada waktu material secara berangsur-angsur diendapkan, laut secara berangsur-angsur menyusut sehingga terbentuk daerah yang sekarang ini. Pandangan Wenner lain yang terkait dengan konsep dasar geomorfologi adalah:
  1. Batuan dasar yang berupa batuan granit tidak berfosil;
  2. Setiap gradien sungai akan mencapai tingkat keseimbangan, dan gradien sungai merupakan fungsi dari kecepatan, debit dan muatan sedimen;
  3. Seluruh sistem sungai merupakan suatu sistem yang terintegrasi.
§  Fase Ketiga (Awal abad 19).
Pada fase ke tiga dari perkembangan geomorfologi ada tiga tokoh yang terkenal yaitu: Sir Charles Lyell (1797-1875), Dean William Buckland (1784-18560 dan Louis Agassiz (1807-1873).
Lyell sebenarnya lebih antusias dalam geologi daripada ke geomorfologi, dengan bukti karyanya yang berjudul “Principle of Geology”. Sumbangan pemikirannya dalam geomorfologi adalah tentang perkembangan bentuklahan yang lambat bahkan melebihi waktu geologi. Meskipun Lyell banyak mengadakan pengamatan terhadap muatan suspensi, debit dan peubah-peubah lainnya, tetapi memberikan suatu konsep yang mendasar. Dalam pengamatannya terhadap gletser (es), Lyell tidak mempercayai kapasitas daya angkutnya dalam memindahkan bongkah dan endapan gletser. Buckland, sangat setuju dengan siklus hidrologi, akan tetapi tidak begitu mengerti mengapa sungai dapat membentuk lembahnya sendiri. Buah fikiran Buckland yang lain adalah:
  1. relief merupakan basil dari struktur geologi dan bukan oleh proses erosi;
  2. material yang terangkut dari hulu dan melalui lembah sungai akan terendapkan di laut;
  3. pasang surut merupakan tenaga utama dalam transportasi material di bawah permukaan air laut.
Agassiz, terkenal dengan teori glasialnya, bersama-sama dengan Buckland mengadakan perjalanan ke Swiss. Mereka mengadakan pengamatan terhadap pantai dasar glasial, yang akhirnya menghasilkan formulasi tentang struktur endapan glasial, endapan “till “, karakteristik “moraine”, striasi dan gravel glasial.
§  Fase ke empat (Akhir abad 19).
Pada fase ke empat ini paling tidak ada lima tokoh yang terkenal, yaitu: Sir Andrew Ramsey; G.K. Gilbert; J.W. Powell; C.G. Greenwood dan J.B. Jukes. Sumbangan fikiran Ramsey (1814-1891) dalam geomorfologi terutama dalam proses glasial. Pendapat penting dari Ramsey, antara lain:
  1. ada hubungan penting antara teori glasial dengan teori fluvial; terutama untuk mengetahui tenaga gletser untuk mengerosi;
  2. kejadian danau di daerah bergletser tidak dapat dijelaskan dengan proses fluvial, tetapi dapat dijelaskan dengan proses glasial;
  3. tenaga erosi dari gletser terutama terdapat pads bagian bawah;
  4. ada hubungan antara retakan/lenturan dengan arah sungai.
Powell (1834-1902) banyak memberikan konsep dasar dalam geomorfologi, antara lain :
  1. prinsip dari “base level” yang menyatakan bahwa “base level” akhir adalah permukaan air laut;
  2. proses erosi itu memiliki potensi relatif;
  3. mengusulkan dua klasifikasi lembah sungai, yaitu atas dasar hubungan antara strata lembah daerah yang dilalui dan klasifikasi lembah menurut genetiknya.
Gilbert (1843-1918), memberikan dasar-dasar geomorfologi yang hingga kini masih digunakan. Gilbert terkenal sebagai penulis metode ilmiah dan memformulasikan pemikiran-pemikiran induktif dan deduktif dalam analisis geomorfik. Konsep-konsep geomorfologis yang dikemukakan Gilbert, antara lain:
  1. teori “grade” yang menunjukkan adanya suatu rangkaian hubungan antara proses dan kenampakan, yang kemudian diasosiasikan dengan konsep penyesuaian dinamis;
  2. pengangkutan material di sungai meliputi pengangkutan material hasil erosi, erosi dasar sungai dan pengurangan ukuran material dasar oleh proses gesekan/benturan;
  3. lereng merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap transportasi material oleh air;
  4. bertambahnya debit (luah) akan menyebabkan meningkatnya kecepatan aliran yang selanjutnya memperbesar kecepatan pengangkutan;
  5. dalam penyelidikan komponen fisikal hams dilandasi dengan formulasi teori­teori.
Greenwood (1793-1875) adalah pendukung Hutton dan Playfair. Konsep yang dikemukakan oleh Greenwood adalah:
  1. proses denudasi di suatu lahan dapat dijelaskan dengan hujan dan sungai; air huj an yang jatuh di permukaan bumi membawa material halus di sepanjang lereng membentuk alur-alur dan akhirnya membentuk sungai-sungai kecil;
  2. lembah dan lereng merupakan suatu sistem yang terintegrasi.
Jukes (1811-1869), mengemukakan pandangannya bahwa erosi marin tidak dapat membentuk lembah. Jukes adalah orang pertama yang mengidentifikasikan peranan vegetasi dalam pembentukan bentukahan.
§  Fase ke lima (Awal abad 20)
Dalam fase lima ini tokoh yang paling terkenal adalah William Moris Davis (1850-1934). Teori yang pertama dikemukakan adalah “Siklus Geomorfik” yang diterbitkan tahun 1889 dalam makalahnya yang berjudul “The rivers and valleys in Pennsylvania”. Dalam siklus geomorfik tersebut disebutkan bahwa semua bentuklahan akan berkembang menurut tiga stadium, yaitu : stadium muda, dewasa, dan tua. Konsep Davis lainnya yang terkenal adalah trilogi. Konsep trilogi tersebut menjelaskan bahwa bentukahan ditentukan oleh struktur, proses dan stadium.
Walther Penk dalam tahun 1920 dan 1930 mengemukakan keberatannya terhadap teori Davis. Perbedaannya terletak pada pandangannya terhadap perkembangan bentuklahan. Menurut Penck perkembangan bentanglahan tergantung oleh pengaruh tektonik yang aktif dan iklim. Akhirnya Penck menyadari bahwa pendekatan yang dilakukannya bersifat geologis, sedangkan pendekatan Davis lebih bersifat geografis.
Setelah periode Davis dan Penck banyak buku teks geomorfologi yang terbit, akan tetapi hingga tahun 1960 (an) sebagian besar masih mengikuti konsep Davis, antara lain: Lobeck (1939), Thornbury (1954), Wooldridge (1959) dan Spark (1960). Setelah tahun 1960 (an) buku-buku teks geomorfologi dapat dikelompokkan menjadi empat atas dasar pokok bahasannya sebagai berikut.
  1. Kelompok topikal, yaitu yang menekankan pada salah satu aspek geomorfologi seperti proses pelapukan (Oilier, 1969), proses fluvial (Leopold, et al, 1964), Morisawa, 1968 dan Richard, 1982); gunungapi (Olier, 1969) dan pantai (Pethick, 1979)
  2. Kelompok metode dan tehnik penelitian dalam geomorfologi seperti King dan Goudie (1981, 1990), Dackombe (1983) dan Verstappen (1976);
  3. Kelompok pemetaan, yaitu yang menekankan pada tehnik pemetaan morfologi dan geomorfologi, seperti Verstappen dan Van Zuidam (1966, 1979), Klimmaszeski (1978), Demek (19780 dan Dorses dan Salome (1973);
  4. Kelompok terapan, yaitu yang menekankan pada terapan geomorfologi untuk berbagai tujuan seperti dalam bidang evaluasi lahan, kerekayasaan, konservasi lahan, evaluasi sumberdaya material dan dalam bidang lingkungan, seperti Van Zuidam, et al., (1979), Cooke, et al., (1974, 1982), Verstappen (1983), Maitor Pesci (1985), Hooke (1988), Viles dan Spencer, 1995, Panizza (1996) dan Oya, 2001.
Arti Penting Geomorfologi Pada dasa warsa terkahir ini sudah dimulai tampak arti penting geomorfologi sebagai pendukung ilmu kebumian lainnya dan ilmu yang terkait dalam arti praktisnya. Geomorfologi sebagai ilmu mempunyai arti yang penting, seperti peranannya dalam geografi fisik dan terapannya dalam penelitian. Geomorfologi sudah mulai dimasukkan dalam ke dalam kurikulum pada fakkultas-fakultas seperti Fakultas Pertanian, Teknik, Arkeologi, dan sebagainya serta banyak penelitian - penelitian yang menggunakan pendekatan geomorfologi.
Sebagai contohnya adalah penggunaan pendekatan geomorfologi untuk studi bencana alam, kerekayasaan, lingkungan, pemetaan tanah, pemetaan air tanah dan sebagainnya. Namun demikian, geomorfologi dalam pengajaran serta penelitian-penelitian yang bertema fisik yang non geomorfologik, uraian geomorfologi hanya sekedar ilustrasi yang tradisional dan belum dimanfaatkan untuk dasar pengambilan sampel daerah ataupun analisisnya. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal di antaranya adalah kurangnya atau langkanya buku-buku geomorfologi. Kajian geomorfologikal akan menghasilkan data/informasi yang utama dan pertama dari bentanglahan fisikal yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu maupun terapan praktisnya.
Dalam penerapan geomorfologi pada dasarnya banyak diwarnai oleh Verstappen dalam bukunya yang berjudul “Applied Geomorphology (Geomorphological Surveys for Environmental Development)” tahun 1983. Dalam buku tersebut memuat berbagai terapan geomorfologi. Adapun terapan geomorfologi yang dikemukakan oleh Verstappen tersebut adalah meliputi. Peran dan terapan geomorfologi dalam survei dan pemetaan, survei geologi, hidrologi, vegetasi, penggunaan lahan pedesaan, keteknikan, ekplorasi mineral, pengembangan dan perencanaan, analisis medan, banjir, serta bahaya alam disebabkan oleh gaya endogen. Dari apa yang telah dikemukakan di atas, maka geomorfologi mempunyai peran dan arti yang cukup penting. Karena dalam suatu perencanaan pengemabang wilayah, memerlukan informasi dasar yang menyeluruh baik aspek fisik maupun aspek sosial. Pada aspek fisik geomorfologi dapat memberikan informasi melalui kajian dengan pendekatan geomorfologi. Pendekatan geomorfologi digunakan dalam melakakukan analisis dan klasifikasi medan (terrain analysis and classification) dengan beberapa parameter seperti yang dikemukakan oleh Zuidam, et al (1978 : 9 – 22), dimana pada intinya dalam analisis dan klasifikasi medan dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.      Relief/morfologi meliputi bagian lereng, ketinggian, kemiringan lereng, panjang lereng, bentuk lereng, bentuk lembah, dan aspek relief yang lain.
2.      Proses geomorfologi meliputi erosi dan tipe erosi, kecepatan dan daerah yangterpengaruh; banjir yang meliputi tipe, frekuensi, durasi, kedalaman, dan daerahyang terpengaruh; gerakan massa yang meliputi tipe, kecepatan, daerah yangterpengaruh.
3.      Tipe material batuan meliputi batuan induk, material permukaan, kedalaman pelapukan.
4.      Vegetasi dan penggunaan lahan meliputi tipe vegetasi, kepadatan, tipe penggunaanlahan, periode, durasi, dan konservasi.
5.      Air tanah mencakup kelembaban permukaan, kedalaman air tanah, fluktuasi air tanah, dan kualitas air tanah.
6.      Tanah mencakup kedalaman, kandungan humus, tekstur, drainase, dan daerah berbatu.
Berdasarkan apa yang telah dikemukakan di atas, maka geomorfologi memegang peranan yang cukup penting, sebab hasil analisis dan klasifikasinya medan ataupun lahan dapat dimanfatkan untuk berbagai kepentingan. Seperti dalam bidang keteknikan, ekonomi, hidrologi dan lain sebagainya. Berbagai bentuklahan yang ada di permukaan bumi, merupakan bagian kajian dari geomorfologi terutama dan terutama tentang sifat alami, asal mula, proses perkembangan, dan komposisi material penyusunnya.
Kaitannya dengan hal tersebut Thornbury (1954) dalam Sutikno (1987: 12) menyatakan bahwa ada lima kelompok terapan geomorfologi, yaitu:
a)      Terapan geomorfologi dalam hidrologi, yang membahas hidrologi di daerah karst dan air tanah daerah glasial. Masalah hidrologi di daerah karst dapat diketahui dengan baik apabila geomorfologinya diketahui secara mendalam. Air tanah di daerah glacial tergatung pada tipe endapannya, dan tipe endapan ini dapat lebih mudah didekati dengan geomorfologi.
b)      Terapan geomorfologi dalam geologi ekonomi, yaitu membahas pendekatan geomorfologi untuk menentukan tubuh bijih, jebakan residu, mineral epigenetik, dan endapan bijih.
c)      Terapan geomorfologi dalam keteknikan, aspek keteknikan yang dibahas meliputi jalan raya, penentuan pasir, dan kerakal, pemilihan situs bendungan dan geologi militer.
d)     Terapan geomorfologi dalam keteknikan ini semua aspek geomorfologi dipertimbangkan  Terapan geomorfologi dalam ekplorasi minyak, banyak unsur-unsur minyak di AS yang ditentukan dengan pendekatan geomorfologi terutama bentuklahan termasuk topografi, untuk mengenal struktur geologi dalam penentuan terdapatnya kandungan minyak. Terapan geomorfologi dalam bidang lain, yaitu menyangkut pemetaan tanah, kajian pantai, dan erosi. Terapan geomorfologi dalam ekplorasi minyak, banyak unsur-unsur minyak di AS yang ditentukan dengan pendekatan geomorfologi terutama bentuklahan termasuk topografi, untuk mengenal struktur geologi dalam penentuan terdapatnya kandungan minyak.
e)      Terapan geomorfologi dalam bidang lain, yaitu menyangkut pemetaan tanah, kajian pantai, dan erosi.
Konsep Dasar Geomorfologi Dan Aspek – Aspek Geomorfologi
Ø  Konsep Dasar Geomorfologi
Untuk mempelajari geomorfologi diperlukan dasar pengetahuan yang baik dalam bidang klimatologi, geografi, geologi serta sebagian ilmu fisika dan kimia yang mana berkaitan erat dengan proses dan pembentukan muka bumi. Secara garis besar proses pembentukan muka bumi menganut azas berkelanjutan dalam bentuk daur geomorfik (geomorphic cycles), yang meliputi pembentukan daratan oleh gaya dari dalam bumi (endogen), proses penghancuran/pelapukan karena pengaruh luar atau gaya eksogen, proses pengendapan dari hasil pengahncuran muka bumi (agradasi), dan kembali terangkat karena tenaga endogen, demikian seterusnya merupakan siklus geomorfologi yang ada dalam skala waktu sangat lama
1.      Hukum-hukum fisika, kimia dan biologi yang berlangsung saat ini berlangsung juga pada masa lampau, dengan kata lain gaya-gaya dan proses-proses yang membentuk permukaan bumi seperti yang kita amati saat ini telah berlangsung sejak terbentuknya bumi.
2.      Struktur geologi merupakan faktor pengontrol yang paling dominan dalam evolusi bentangalam dan struktur geologi akan dicerminkan oleh bentuk bentangalamnya.
3.      Relief muka bumi yang berbeda antara satu dengan yang lainnya boleh jadi karena derajat pembentukannya juga berbeda.
4.      Proses-proses geomorfologi akan meninggalkan bekas-bekas yang nyata pada bentangalam dan setiap proses geomorfologi akan membentuk bentuk bentangalam dengan karakteristik tertentu (meninggalkan jejak yang spesifik yang dapat dibedakan dengan proses lainnya secara jelas).
5.      Akibat adanya intensitas erosi yang berbeda beda di permukaan bumi, maka akan dihasilkan suatu urutan bentuk bentangalam dengan karakteristik tertentu disetiap tahap
6.      Evolusi geomorfik yang kompleks lebih umum dijumpai dibandingkan dengan evolusi geomorfik yang sederhana (perkembangan bentuk muka bumi pada umumnya sangat kompleks/rumit, jarang sekali yang prosesnya sederhana).
7.      Bentuk bentuk bentangalam yang ada di permukaan bumi yang berumur lebih tua dari Tersier jarang sekali dijumpai dan kebanyakan daripadanya berumur Kuarter.
8.      Penafsiran secara tepat terhadap bentangalam saat ini tidak mungkin dilakukan tanpa mempertimbangkan perubahan iklim dan geologi yang terjadi selama zaman Kuarter (Pengenalan bentangalam saat sekarang harus memperhatikan proses yang berlangsung sejak zaman Pleistosen)
9.      Adanya perbedaan iklim di muka bumi perlu menjadi pengetahuan kita untuk memahami proses-proses geomorfologi yang berbeda beda yang terjadi dimuka bumi (dalam mempelajari bentangalam secara global/skala dunia, pengetahuan tentang iklim global sangat diperlukan)
10.  Walaupun fokus pelajaran geomorfologi pada bentangalam masa kini, namun untuk mempelajari diperlukan pengetahuan sejarah perkembangannya.
Di samping konsep dasar tersebut di atas, dalam mempelajari geomorfologi cara dan metode pengamatan perlu pula diperhatikan. Apabila pengamatan dilakukan dari pengamatan lapangan saja, maka informasi yang diperoleh hanya mencakup pengamatan yang sempit (hanya sebatas kemampuan mata memandang), sehingga tidak akan diperoleh gambaran yang luas terhadap bentanglahan yang diamati. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dikakukan beberapa hal:
a.       Pengamatan bentanglahan dilakukan dari tempat yang tinggi sehingga diperoleh pandangan yang lebih luas. Namun demikian, cara ini belum banyak membantu dalam mengamati bentanglahan, karena walaupun kita berada pada ketinggian tertentu, kadangkala pandangan tertutup oleh hutan lebat sehingga pandangan terhalang. Kecuali, tempat kita berdiri pada saat pengamatan bentang alam merupakan tempat tertinggi dan tidak ada benda satupun yang menghalangi. Itupun hanya terbatas kepada kemampuan mata memandang.
b.      Pengamatan dilakukan secara tidak langsung di lapangan dengan menggunakan citra pengideraan jauh baik citra foto maupun citra non foto, cara ini dapat melakukan pengamatan yang luas dan cepat.
Ø  Aspek-aspek geomorfologi (cakupan utama didalam studi geomorfologi)
1.      Studi bentuklahan atau morfologi, mempelajari relief yang terdiri atas:
a.       Aspekmorfografi : bersifat pemerian suatu daerah, seperti bukit, lembah, gunung, teras, beting/ pematang dll.
b.      Aspekmorfometri : aspek kuantitatif suatu daerah, seperti lereng, bentuk lereng, relief, beda tinggi, ketinggian,bentuk lembah,tingkat pengikisan.
2.      Studi mengenai morfogenesa, yaitu proses yang mengakibatkan perubahan dan proses terjadinya bentuklahan. Dibedakan menjadi:
a.       Aspekmorfo-struktur pasif: meliputi litologi dan berhubungan dengan pelapukan.
b.      Aspekmorfo-struktur aktif: tenaga endogen,yaitu pengangkatan, perlipatan, dan pensesaran.
c.       Aspekmorfo-dinamik: tenaga eksogen, berhubungan dengan tenaga angin, air, es, gerakan, massa, kegunungapian.
3.      Studi mengenai geomorfologi yang menekankan pada evolusi pertumbuhan bentuklahan atau morfokronologi, menentukan dan memerikan urutan bentuklahan dan proses yang mempengaruhinya dari segi umur.
4.      Studi mengenai hubungan antara bentuklahan dan lingkungan atau morfo-kelingkungan dan morfoasosiasi, seperti hubungan antara bentuklahan dan unsur bentuklahan seperti batuan, struktur geologi, air, tanah, vegetasi, dan penggunaan lahan.
Proses Geomorfologi (Proses Endogen)
Banyak para ahli, seperti Worcester, Lobeck, dan Dury berbeda dalam menafsirkan tentang pengertian proses geomorfologi, mereka beranggapan bahwa yang dimaksud dengan proses disini adalah proses yang berasal dari dalam dan luar bumi (proses endogenik dan proses eksogenik), ada pula yang beranggapan proses disini adalah energi yang berasal dari luar bumi (gaya eksogen) saja. Adapun pengertian proses disini adalah energi yang bekerja di permukaan bumi yang berasal dari luar bumi (gaya eksogen) dan bukan yang berasal dari dalam bumi (gaya endogen). Pengertian “Geomorphic Processes” semata-mata dijiwai oleh energi / proses yang berasal dari luar bumi, dengan alasan adalah:
1.      Energi yang berasal dari dalam bumi (gaya endogen) lebih cenderung sebagai faktor yang membangun, seperti pembentukan dataran, plateau, pegunungan kubah, pegunungan lipatan, pegunungan patahan, dan gunungapi.
2.       Energi yang berasal dari luar bumi (gaya eksogen) lebih cenderung merubah bentuk atau struktur bentangalam.
Bentuk-bentuk permukaan bumi terbentuk lewat proses pembentukan dan perombakan permukaan bumi yang berlangsung cukup lama. Perubahan permukaan bumi terjadi oleh tenaga geologi yang terdiri dari tenaga endogen dan tenaga eksogen.
Tenaga Endogen


Tenaga Endogen juga bisa disebut juga tenaga tektonik. Tenaga Endogen adalah tenaga yang berasal dari dalam bumi. Tenaga Endogen terdiri dari proses diatropisme dan proses vulkanisme. Tenaga Endogen sering menekan di sekitar lapisan-lapisan batuan pembentuk kulit bumi (litosfer).
a.       Proses Diastropisme 
Proses Diastropisme adalah proses strutual yang mengakibatkan terjadinya lipatan dan patahan tanpa dipengaruhi magma tapi tenaga dari dalam bumi.
b.      Proses lipatan
Jika tenaga endogen yang menekan litosfer arahnya mendatar dan bertumpukan yang mengakibatkan permukaan bum melipat menybabkan terbentuknya puncak dan lembah.Bentuk permukaan bumi dari hasil proses ini ada dua,yaitu: puncak lipatan (antiklin) lembah lipatan (sinklin)
c.       Proses Patahan
Proses datropisme juga dapat menyababkan truktur lapisan-lapian batuan retak-retak dan patah. Lapiasan batuan yang mengalami proses patahan ada yang mengalami pemerosotan yang membentuk lemdh patahan dan ada yang terangkat membentuk puck patahan. Lembah patahan disebut slenk atau graben sedangkan puncak patahan dinamakan horst.

d.      Vulkanisme

Tenaga tektonik dapat mengakibatkan gejala vulaknisme. Gejala vulkanisme berhubungan dengan aktivtas keluarnya magma di gunungapi. Proses keluarnya magma ke permukaan bumi disebut erupsi gunungapi. Proses vulkanisme terjadi karena adanya magma yang keluar dari zona tumbukan antarlampang. Beberapa gunugapi ditemukan berada di tengah lempeng yang disebsbkan oleh tersumbatnya panas di kerak bumi gejala ini disebut titik panas (hotspot).Para ilmuan menduga aliaran magma mendesak keluar membakar kerak bumi dan melutus di permukaan.
·         Istilah-Istilah vulkanisme : 
a)      Vulkanologi : ilmu kebumian yang memplajari gunungapi
b)      Magma : bahan silikat cair pijar yang terdiri atas bahan padat,cair,dan gas yang terdapat di lapisan litosfer bumi. Suhu normal magma bersikar 900 C-1200 C.
c)      Erupsi : proses keluarnya magma dari lapisan litosfer sampai ke permukan bumi. Erupsi sebuah gunungapi dapdt berupa lelehan (efusif) melalui retakan pada lapisan-lapisan batu. Dan ledakan sumburan (ekaplosif) melalui kepundan atau corong gunung api
d)     Intrusi magma : proses penerobosan magma melalui retakan-retakan lapisan batuan, tetapi tidak sampai ke permukaan bumi. Apabila intrusi magma membeku maka akan terbentuk batuan intrusiva.
e)      Lava : magama yang keluar sampai ke permukaan bumi.
f)       Lahar : lava yang telah bercampur dengan bahan-bahan di permukaan bumu.
g)      Eflata / bahan piroklastik : bahan-bahan yang lepas dari gunungapi ketika terjadi letusan eksplosif.
h)      Kawah : lubang pada tubuh gunungapi sebagai tempat keluarnya magma. Kawah yang cukup besar disebut kaldera. Bila kaldera terisi air yang cukup banyak mak akan terbentuk danau kawah atau danau vulkanik. Kawah dan kaldera yang di Indonesia, antara lain Kawah Takubanperahu (Jawa Barat), Kawah Gunung Tengger (Jawa Tengah), dan Kaldera Gunung Batur (Bali).
·         Bentuk-Bentuk Gunung api
Berdasarkan bentuk letusanya, gunung api dapat dibedakan menjadi tiga bentuk yang berbeda yaitu :
1.      Gunungapi Prisai : Gunungapi perisai berbentuk seperti perisai (shields) terbentuk oleh letusan yang sangat cair (efusief), yaitu berupa lelehan lava yang sangat luas dan landai. Ciri gunungapi perisai adalah lerengnya sangat landai bahkan hampir datar, Contohnya, Gunung Mauna Loa dan Gunung Mauna Kea di Hawai.
2.      Gunungapi Maar :Gunungapi maar terbentuk dari letusan berupa ledakan (eksplosif) yang dahsyat yang terjadi sekali, dengan mengeluarkan bahan-bahan berupa eflata. Gunung maar biasanya punya dapur magma yang dangkal dan magma yang terdiri dari bahan-bahan padat dan gas yang padat. Contoh gunung maar adalah : Gunung Lamongan (Jawa Timur), Gunung Pinakate (Meksiko), Gunung Monte Muovo (Italia),
3.      Gunung api Starto : Gunung api starto terbentuk akibat letusan yang berulang-ulang dan berseling-seling antara bahan padat dan lelahan lava. Sebagian besar gunung di Indonesia adalah gunung starto seperti :Gunung Semeru, Gunung Merapi, Gunung Agung, Gunung Kerinci.
e.       Gejala Vulkanisme 
Gejala Vulakanik ada dua yaitu :
a)      Pravulkanik
Pravulkanik adalah tanda-tanda atau gejala di suatu daerah akan terjadi letusan gunungapi. Tanda-tanda akan terjadinya letusan gunungapi adalah :
1.      Kenaikan suhu udara di sekitar gunungapi drastis (dari suhu rendah tiba-tiba naik jadi panas)
2.      Banyak tumbuhan kering dan hewan turun dari gunung.
3.      Meningkatnya bau belerang yang menyengat
b)      Pascavulkanik (postvulcanic)
Pascavulkanik adalah gejala dimana gunungapi menampakan aktifitas atau sedang dalam fase istirahat. Gejalanya antara lain :
1.      Ditemukannya mata air panas, yang bisa dijadikan obat kulit, seperti mata air di Banten (Jawa Tangah) dan di Ciatar (Jawa Barat)
2.      Ditmuaknya gas gunungapi berupa :
3.      Uap air (fumarola)
4.      Gas belerang (sulfatar)
5.      Gas karbondioksida (mofet)
6.      adanya semburan air panas (geyser) yang keluar darirekahan batuan seperti di Cisolok Sukabumi (Jawa Barat)
Proses Geomorfologi (Proses Eksogen)
Tenaga eksogen yaitu tenaga yang berasal dari luar bumi. Sifat umum tenaga eksogen adalah merombak bentuk permukaan bumi hasil bentukan dari tenaga endogen. Bukit atau tebing yang terbentuk hasil tenaga endogen terkikis oleh angin, sehingga dapat mengubah bentuk permukaan bumi.
Secara umum tenaga eksogen berasal dari 3 sumber, yaitu:
a.       Atmosfer, yaitu perubahan suhu dan angin.
b.      Air yaitu bisa berupa aliran air, siraman hujan, hempasan gelombang laut, gletser, dan sebagainya.
c.       Organisme yaitu berupa jasad renik, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia.
Di permukaan laut, bagian litosfer yang muncul akan mengalami penggerusan oleh tenaga eksogen yaitu dengan jalan pelapukan, pengikisan dan pengangkutan, serta sedimentasi. Misalnya di permukaan laut muncul bukit hasil aktivitas tektonisme atau vulkanisme. Mula-mula bukit dihancurkannya melalui tenaga pelapukan, kemudian puing-puing yang telah hancur diangkut oleh tenaga air, angin, gletser atau dengan hanya grafitasi bumi. Hasil pengangkutan itu kemudian diendapkan, ditimbun di bagian lain yang akhirnya membentuk timbunan atau hamparan bantuan hancur dari yang kasar sampai yang halus.
Contoh lain dari tenaga eksogen adalah pengikisan pantai. Setiap saat air laut menerjang pantai yang akibatnya tanah dan batuannya terkikis dan terbawa oleh air. Tanah dan batuan yang dibawa air tersebut kemudian diendapkan dan menyebabkan pantai menjadi dangkal. Di daerah pegunungan bisa juga ditemukan sebuah bukit batu yang kian hari semakin kecil akibat tiupan angin.
1.      Pelapukan.
Pelapukan merupakan tenaga perombak (pengkikisan) oleh media penghancur. Proses pelapukan dapat dikatakan sebagai proses penghancuran massa batuan melalui media penghancuran, berupa:
a.       Sinar matahari
b.      Air
c.       Gletser
d.      Reaksi kimiawi
e.       Kegiatan makhluk hidup (organisme)
Peroses pelapukan terbagi jadi tiga, yaitu :
a.       Pelapukan Mekanik Pelapukan mekanik (fisik) adalah proses pengkikisan dan penghancuran bongkahan batu jadi bongkahan yang lebih kecil,tetapi tidak mengubah unsur kimianya. Proses ini disebabkan oleh sinar matahari, perubahan suhu tiba-tiba, dan pembekuan air pada celha batu.
b.      Pelapukan Kimiawi adalah penghcuran dan pengkikisan batuan dengan mengubah susunan kimiaai batu yang terlapukkan. Jenis pelapukan kimiawi terdiridari dua macam, yaitu proses oksidasi dan proses hidrolisis.
c.       Pelapukan Organik dihasilkan oleh aktifitas makhluk hidup, seperti pelapukan oleh akar tanaman (lumut dan paku-pakuan) dan aktivitas haewn (cacing tanah dan serangga).
Relief Orde I-III
Relief bumi yang dimaksudkan disini adalah mencakup pengertian yang sangat luas, baik yang terdapat pada benua-benua ataupun yang terdapat didasar lautan. Berdasarkan atas pengertian yang luas tersebut, maka relief bumi dapat dikelompokkan atas 3 golongan besar, yaitu :
1.      Relief Orde I (Relief of the first order)
2.      Relief Orde II (Relief of the second order)
3.      Relief Orde III (Relief of the third order)
Pengelompokan atas ketiga jenis relief diatas didasarkan pula atas kejadiannya masing-masing. Karena itu pula didalamnya terkandung unsur waktu relatif.
§  Relief Orde Pertama
Yang terdiri atas Paparan Benua (Continental Platforms) dan Cekungan Lautan (Ocean Basin). Bentuk-bentuk dari orde pertama ini mencakup dimensi yang sangat luas dimuka bumi. Sebagaimana diketahui bahwa luas daratan beserta air seluruhnya sebesar 107.000.000 mil persegi, yang terdiri dari luas benua (continents) sebesar 56.000.000 mil persegi dan sisanya. 10.000.000 mil persegi merupakan luas continental shelf. Yang dimaksud dengan paparan benua meliputi benua dan tepi benua(continental shelf). Dengan demikian luas total paparan benua (continental platforms) adalah 66.000.000 mil persegi. Paparan benua Amerika Utara & Selatan, Eurasia, Afrika, Australia, dan Antartika merupakan bahagian-bahagian yang tertinggi dari permukaan litosfir.
Tepi Benua (Continental shelf) adalah bagian dari paparan benua (continental platforms) yang terletak dibawah permukaan air laut. Cekungan Lautan (Ocean Basin) mempunyai kedalaman rata-rata 2,5 mil dibawah muka air laut, walaupun kita tahu bahwa dasar lautan memiliki bentuk topografi yang tidak teratur. Terdapat banyak depressi-depressi yang sangat dalam dari batas kedalaman rata-rata yang dikenal sebagai Palung Laut (Ocean Troughs), disamping itu terdapat pula bagian-bagian dasar laut yang muncul dipermukaan atau secara berangsur berada dekat dengan permukaan air laut.
Relief order pertama diketahui sangat erat hubungannya dengan proses kejadian bumi, dengan demikian teori-teori tentang geologi, astronomi, fisika dan matematika, seperti “Planetesimal Hypothesis”, “Liquid Earth Theories” maupun “Continental Drift Theory” menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam pembentukan relief orde pertama.
Gambar 1-1 Relief Order I : Benua dan Cekungan Samudra
§  Relief Orde Kedua
Relief orde Kedua biasa disebut juga sebagai bentuk bentuk yang membangun (Constructional forms), hal ini disebabkan relief orde kedua dibentuk oleh gaya endogen sebagai gaya yang bersifat membangun (Constructional Forces). Kawasan benua-benua dan Cekungan-cekungan laut merupakan tempat keberadaan atau terbentuknya satuan-satuan dari relief dari orde kedua, seperti dataran, plateau, dan pegunungan. Gaya endogen yang berasal dari dalam bumi dapat mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan diatas muka bumi. Adapun gaya endogen dapat berupa:

1.      Epirogenesa (berasal dari bahasa Latin: epiros = benua dan genesis = pembentukan), proses epirogenesa yang terjadi pada daerah yang sangat luas maka akan terbentuk suatu benua, dan pembentukan benua dikenal sebagai “continent buiding forces”.
2.      Orogenesa (berasal dari bahasa latin: Oros = gunung, dan genesis = pembentukan ), proses orogenesa yang terjadi pada daerah yang luas akan membentuk suatu pegunungan dan dikenal sebagai “mountain building forces”.
Kedua gaya endogen tersebut diatas menyebabkan terbentuknya bentuk-bentuk bentangalam yang membangun (contructional landforms). Apabila disuatu daerah yang tersusun dari batuan yang perlapisannya horisontal maka terbentuk bentangalam yang disebut dengan Dataran (Plain) atau Plateau. Proses ini dapat terjadi pada lapisan-lapisan batuan yang berada di bawah laut kemudian terangkat oleh gaya endogen menghasilkan bentuk bentangalam daratan atau plateau. Gaya endogen dapat juga melipat lapisan-lapisan batuan sedimen yang awalnya horisontal menjadi suatu bentuk kubah (dome mountains) dan apabila gaya endogen mengakibatkan terjadinya dislokasi dari blok blok yang mengalami patahan serta lapisan batuan mengalami tilting, maka dikenal dengan bentuk pegunungan patahan (faulted mountains). Apabila gaya endogen mengakibatkan batuan sedimen terlipat kuat menghasilkan perlipatan sinklin dan antiklin maka akan menghasilkan pegunungan lipatan (folded mountains). Sedangkan apabila dipengaruhi oleh lipatan dan patahan akan menghasilkan pegunungan lipat pathan (complex mountains).
Kelompok lainnya dari relief orde kedua adalah bentuk bentangalam yang dihasilkan oleh aktivitas volkanik yang dikenal bentangalam gunungapi. Bentuk bentuk bentangalam yang dihasilkan oleh proses endogen diatas masih brada dalam tahapan awal (initial stage). Bentuk bentuk bentangalam ini kemudian akan mengalami proses penghancuran oleh gaya eksogen (destruction forces) yang memungkinkan terjadinya perubahan dari bentuk aslinya.
Gambar 1-2 Citra pegunungan “Himalaya” yang terdapat di Nepal yang masuk kedalam relief orde kedua.
Gambar 1-3 Pemandangan permukaan “Pegunungan Himalaya, Nepal”
Gambar 1-4 Citra pegunungan “Appalachian” yang terdapat di Amerika Serikat yang masuk kedalam relief orde kedua.
Gambar 1-5 Pemandangan permukaan “Pegunungan Appalachian, USA”
§  Relief Orde Ketiga
Relief order ketiga dikenal juga sebagai bentuk bentuk yang bersifat menghancurkan (Destructional forms), hal ini disebabkan karena relief ini dibentuk oleh proses proses eksogen. Bentuk bentangalam yang berasal dari proses-proses eksogenik banyak dijumpai pada relief orde ketiga dan jumlahnya tak terhitung banyaknya dimana bentuk bentuk bentangalam ini memperindah dan menghiasi bentuk-bentuk bentangalam konstruksional dari relief orde kedua. Proses eksogenik akan meninggalkan bentuk-bentuk lahan hasil erosi, seperti : Valleys dan Canyons, meninggalkan sisa sisa residu membentuk bentuk bentangalam seperti tiang (peak landforms) dan kolom-kolom batuan yang tahan terhadap erosi, sehingga masih menyisakan bentuk-bentuk seperti diatas, disamping itu juga akan meninggalkan bentuk-bentuk pengendapan (depesitional forms), seperti delta atau tanggul. Relief orde ketiga ini dapat dikelompokkan berdasarkan atas energi yang merusak atau agen yang bersifat membangun. Ada 4 (empat) agent yang utama, yaitu sungai (streams), gletser (glaciers), gelombang (waves) dan angin (winds), sedangkan pelapukan merupakan pemeran utama bagi keempat agen tersebut.
1.      Bentuk-bentangalam yang dihasilkan oleh aktivitas sungai (fluvial), yaitu :
a.       Bentuk bentangalam hasil erosi (Erosional forms), seperti: gallies, valleys, gorges dan canyons.
b.      Bentuk bentangalam hasil residu (Residual forms), seperti: peaks, ronadrocks, summits areas.
c.       Bentuk bentangalam hasil pengendapan (Depositional forms) seperti: alluvial fans, flood plains and deltas.
2.      Bentuk-bentangalam yang dihasilkan oleh energi dari luncuran es (gletser) yaitu :
a.       Bentuk bentangalam hasil erosi (Erosional forms), seperti: cirques, glacial trought.
b.      Bentuk bentangalam hasil residu (Residual forms), seperti: patterhorn-peaks, aretes, roche eontounees.
c.       Bentuk bentangalam hasil pengendapan (Depositional forms), seperti: deraine, drumlins, kame dan esker.
3.      Bentuk bentangalam yang dihasilkan oleh energi gelombang laut, yaitu :
a.       Bentuk bentangalam hasil erosi (Erosional forms), seperti: erode sea caves
b.      Bentuk bentangalam hasil residu (Residual forms), seperti: stacks & Arches
c.       Bentuk bentangalam hasil pengendapan (Depositional forms) seperti: beaches, bars & spits
4.      Bentuk bentangalam yang diciptakan oleh energi angin, yaitu :
a.       Bentuk bentangalam hasil erosi (Erosional forms), seperti: blow holes pada daerah-daerah yang berpasir
b.      Bentuk bentangalam hasil residu (Residual forms), seperti: pedestal dan mushroom rocks.
c.       Bentuk bentangalam hasil pengendapan (Depositional forms) seperti: endapan pasir atau lempung dalam bentuk dunes atau loess.
Selain energi yang merusak secara fisik tersebut, organisme juga dapat menjadi agen yang cenderung merusak batuan-batuan di permukaan bumi, sebaliknya aktivitas pengendapan dapat menghasilkan bentuk-bentuk seperti coral-reefs dan hills. Dapat disimpulkan, bahwa waktu terbentuknya ketiga orde relief itu berbeda-beda. Relief bentuk pertama terbentuk lebih dulu dari pada relief orde kedua dan relief orde kedua terbentuk lebih dulu dari pada relief orde ketiga.
 
Relief order 3 yang dihasilkan oleh aktivitas sungai (fluvial): Gullies (kiri) dan Kipas Aluvial (kanan)

 
Relief order 3 yang dihasilkan oleh energi dari luncuran es: : glacial trought (kiri) dan cirques glacial (kanan)

 
Relief order 3 yang dihasilkan oleh energi gelombang laut: erode sea caves (kiri) dan stacks & Arches (kanan)
 
Relief order 3 yang dihasilkan oleh energi angin: Sandunes (kiri) dan pedestal (kanan)

Bentuk Lahan
Bentuk lahan (landstroms) dipermukaan bumi dikelompokkan menjadi 4 kategori yaitu :
1.      Structuralland forms: terbentuk oleh pergerakan lempeng tektonik ,seperti: pegunungan lipatan,lembah dan gunung api.
2.      Weatheringland forms : terbentuk oleh proses pelapukan, seperti : karst.
3.      Erosionalland forms : terbentuk dari hasil pelapukan dan pengikisan muka bumi oleh kekuatan angin,air,gletser dan gravitasi.
4.      Depositionalland forms : bentukan hasil pengendapan, yang merupakan kelanjutan dari hasil pelapukan dan pengikisan.
Klasifikasi bentuk lahan
Tujuan klasifikasi bentuk lahan adalah untuk mempermudah dalam penelitian geomorfologi, yaitu dengan menyederhanakan bentuk lahan permukaan bumi yang kompleks menjadi satuan-satuan yang mempunyai kesamaan dalam sifat dan perwatakannya.Yang dimaksud sifat dan perwatakan bentuklahan adalah dalam hal : struktur geologi, proses geomorfologi dan kesan dan ekspresitopografi.
Beberapa dasar klasifikasi bentuk lahan antara lain:
1.      Berdasarkan relief/topografi:
a.       Dataran
b.      Plateau (dataran tinggi)
c.       Pegunungan, dll.
2.      Berdasarkan struktur dan tingkat erosi:
a.       Lipatan
b.      Patahan
c.       Dome
d.      Vulkanis
3.      Berdasarkan ukuran:
a.       OrdeI
b.      OrdeII
c.       OrdeIII, dll
Masing – masing bentuk lahan dicirikan oleh adanya perbedaan dalam hal :
1.      Relief/topografi
Relief atau kesan topografi memberikan informasi tentang konfigurasi permukaan bentuk lahan yang ditentukan oleh keadaan morfometriknya. Morfometrik adalah aspek kuantitatif dari bentuk lahan seperti kemiringan lereng, bentuk lereng, ketinggian, beda tinggi, kekerasan medan, bentuk lembah, tingkat pengikisan dan pola aliran.
2.      Material penyusun/litologi
Litologi memberikan informasi jenis dan karekteristik batuan serta mineral penyusunnya yang akan mempengaruhi pembentukan bentuk lahan.
3.      Struktur dan proses geomorfologi
Struktur Geomorfologi memberikan informasi tentang asal usul dari bentuk lahan tersebut,yang dapat dilihat dari bentuk lahan utamanya. Proses Geomorfologi dicerminkan oleh tingkat pentorehan atau pengikisan, sedangkan relief ditentukan oleh perbedaan titik tertinggi dengan titik terendah dan kemiringan lereng.


Bentang Alam
§  Konsep Klasifikasi
Berpedoman kepada konsep dasar keseragaman proses (uniformitarianism), dan hipotesis kerja penggandaan (multiple working hypothesis), member keyakinan bahwa dengan sebenarnya pembentukan bentang-alam sangat kompleks, dan luasan  yang dihasilkan dalam ukuran yang bervariasi. Menyadari keadaan bentang-alam seperti itu, maka para ahli geomorfologi (diawali dari Amerika Utara tahun 1930-1940an, dan dikembangkan lebih sistematik di Eropa Timur kemudian Eropa Barat tahun 1960-1980an) membuat klasifikasi bentangalam. Bentang-alam diklasifikasi berdasarkan beberapa kriteria. Kriteria yang paling umum diterapkan adalah dominansi cara terjadi (genesis), dan luasan pembentukan, dan kekhasan yang terekam pada bentang-alam yang bersangkutan. Berdasarkan kriteria tersebut ditetapkan kelompok/satuan bentang-alam tingkat paling tinggi, disebut morfogenesa. Guna memberi pemahaman yang sederhana, selanjutnya dalam pembelajaran ini disebut kelompok bentang-alam:
1.      Struktural
2.      Volkanik
3.      Fluvial
4.      Kars(t)
5.      Glasiasi Pesisir dan Pantai
6.      Eolian
7.      Pesisir dan Pantai, dan
8.      Morfogenesa Bawah Laut
§  Kelas Bentang-alam
1.      Bentang-alam struktural
Bentang-alam struktural (Gambar 3.1) disebut pula sebagai geomorfologi struktur, atau morfotektonik. Prinsip pengertiannya adalah studi struktur geologi atau tektonik berdasarkan kenampakan bentangalam. Bentang-alam ini sangat akrab dengan kehidupan kita, karena ada di sekitar, dan mudah dikenali. Sebagai penciri, apabila ada perbukitan atau pegunungan tidak disertai keluarnya magma dari dalam bumi atau gejala volkanisme yang lain, dan tampak berderet panjang.
Persyaratan pembetukan bentang-alam struktural adalah: 1) intensitas struktur geologi harus mempunyai dimensi vertikal yang memadai (minimum puluhan meter), 2) ke arah lateral, rentangan struktur ratusan meter, 3) batuan yang terkena struktur geologi, mempunyai variasi resistensi mencolok, dan 4) proses fluvial (aliran air) efektif bekerja. Kawasan bentang-alam struktural mempunyai daya tarik untuk wisata gunung (mountain tourism), apabila berada pada elevasi relatif tinggi dan sudut lereng relatif terjal. Sisi negatif dari bentang-alam ini adalah bahaya gerak massa (mass movement), jenis: rayapan (creeping) yang bergerak pelan, jatuhan batuan (rock fall), dan bila dijumpai bidang gelincir seperti batulempung maka terbentuk lengseran (sliding).
2.      Bentang-alam volkanik
MacDonald (1972), berpendapat bahwa gunungapi adalah lubang tempat keluarnya material volkanik yang terakumulasi di sekitarnya membentuk gunung atau bukit. Rittmann (1961), menyatakan gunungapi adalah celah tempat keluarnya magma. Berdasarkan batasan tersebut, gunungapi merupakan bentang-alam, sebagai manifestasi gejala volkanisme.
Deretan gunungapi di sekitar Samudra Pasifik dikenal sebagai cincin api (ring of fire), dikarenakan 66 % temuan gunungapi aktif di dunia berada di lingkar samudra tersebut. Gunungapi di Indonesia merupakan bagian dari cincin api, sebanyak 20% dengan jumlah sekitar 125 buah. Ditinjau dari bidang pertanian, kawasan gunungapi aktif ini disebut wilayah sabuk hijau (green belt) karena kawasan subur. Banyaknya gunungapi aktif di Indonesia berpeluang ilmu kegunungapian (volkanologi) akan terus berkembang.
Bentang-alam volkanik sebagai sumberdaya kebumian, mengandung sesumber (resources), dan bahaya (hazards). Jenis sesumber yang ada antara lain keindahan panorama, dengan lembah berdinding terjal, dan hawa yang sejuk. Batuan volkanik merupakan bahan galian industri, dan sumberdaya air baku. Berbagai bahaya yang ditimbulkan berkaitan erat dengan letusan gunungapi, antara lain: guguran lava pijar, awan panas (glowing cloud / awan wedhus gembel: istilah khas untuk G.Merapi), dan lahar letusan/lahar panas. Pasca letusan, dengan pemicu curah hujan di atas normal, berpeluang bahaya guguran lava padam, dan lahar hujan/lahar
dingin.
Penanggulangan bahaya ada dua jenis, yaitu evakuasi, dan rekayasa. Evakuasi dilakukan pada saat terjadi letusan. Usaha rekayasa untuk mengatasi masalah pasca letusan, tercakup dalam teknik sabo (sabo engineering). Usaha penanggulangan dan pemecahan masalah daerah gunungapi aktif disebut mitigasi. Daerah gunungapi dengan segala pesonanya menjadikan daerah ini sebagai daerah dengan kepadatan penduduk relative padat setelah wilayah pantai atau wilayah rendah (low-land area).
3.      Bentang-alam fluvial
Bentang-alam fluvial dihasilkan oleh proses aktifitas air mengalir. Proses ini mengambil porsi minimal 70% dari proses eksogenik di permukaan bumi. Air sebagai agen proses berlangsung di mana-mana, mulai dari sedikit di atas permukaan laut sampai dengan di puncak pegunungan tinggi sebelum terbentuk salju abadi. Ditinjau dari posisi lintang (Lintang Selatan / Lintang Utara), proses ini tidak berkembang hanya di daerah kutub (Kutub Selatan / Kutub Utara).
Bentang-alam fluvial erat hubungannya dengan aliran sungai berstadia erosi dewasa – tua. Bentang-alam ini berupa low land area dengan ketinggian relatif yang tidak jauh berbeda dengan sungainya. Karena adanya sungai berpindah (shifting), kemungkinan bentang-alam ini sudah agak jauh dari sungainya saat ini. Pertanda lain dari bentang-alam fluvial yang mutlak adalah litologi penyusun merupakan fasies fluvial, meskipun telah sedikit mengalami pengangkatan (peremajaan / rejuvination). Jenis-jenis bentangalam fluvial, terdiri dari: aliran sungai, gosong sungai, tanggul alam, rawa sungai, danau tapal kuda, sungai bekas, dataran limpah banjir, dan undak sungai; delta, dan kipas alluvial.
4.      Bentang-alam Kars
Menurut Jenning (1971, dikutip Bloom 1978), bentang-alam kars adalah lahan dengan relief dan penyaluran yang aneh, berkembang pada batuan mudah larut oleh perilaku air alam. Flint, and Skinner (1972), mendefinisikan bentang-alam kars terbentuk pada daerah berbatuan mudah larut, dicirikan surupan (sink, ponor) berasosiasi dengan gua, membentuk topografi yang aneh (peculiar topography), penyaluran tidak teratur dan menjadi masuk ke dalamtanah (sub-drainage), dan lembah kering (dryvalley). Pembentukan bentang-alam kars (karstifikasi) ditentukan oleh kondisi fisik batuan (Von Engeln, 1942). Kondisi yang dimaksud adalah ketebalan keseluruhan, tipe perlapisan yang ideala masif, dan terkekarkan secara sistematik. Bloom (1978) menyebutkan bahwa proses pelarutan akan intensif bila air alam mengikat C02, aktififas mikrobiologi, dan iklim. Berdasarkan ukuran pembentukan, bentang-alam kars dikelompokkan menjadi kars mayor, dan kars minor dan kars mikro (tampak secara mikroskopik).
Berdasarkan tempat pembentukan dengan datum permukaan tanah, bentang-alam kars dikelompokkan menjadi eksokars apabila terbentuk di atas permukaan tanah, dan endokars yang terbentuk di bawah permukaan tanah. Bentang-alam kars sebagai sumberdaya kebumian mengandung prospek sesumber, dan bahaya. Prospek sesumber, diawali perannya sebagai wilayah jelajah advonturir bagi para pecinta gua kars, batugamping, batu-ornamen dalam gua, fosfat guano, fosfat marin, bahan Mangan. dan speleotem. Daerah kars sebagai daerah berpotensi bahaya, utamanya terjadi karena runtuh atap gua.
5.      Bentang-alam Glasial
Bentang-alam glasial terbentuk pada lokasi sangat terbatas, Penyebabnya karena agen penyebabnya adalah gletser (salju/es yang bergerak). Gletser dijumpai di daerah kutub, lintang tinggi pada musim dingin, dan daerah berelevasi minimal 4.000 m dpal.
Gletser sebagai media erosi, sedimentasi, atau pembentuk bentang-alam, mempunyai densitas (kerapatan massa) tinggi. Hal itu mengindikasikan gletser akan merasuk ke dalam celah batuan, sambil menggerus permukaan batuan lembah yang teralirinya. Jejak yang ditinggalkan berupa bentangalam minor: lekukan, tonjolan, goresan, dan penyemiran.
Tebing-tebing pada bentang-alam glasiasi nyaris tegak, bahkan tebing menggantung (hanging valley). Kenampakan tebing, dan lembah mirip
gambaran huruf "U" dan dalam. Kenampakan lembah yang dalam dengan tebing tegak masih teramati sampai di pantai, dan dikenal sebagai pantai fyord.
Endapan hasil proses glasiasi bersifat sejenis dengan lahar hasil endapan fluvio-volkanik. Sifat tersebut adalah, tektur: berukuran butir lempung - bongkah, kemas terbuka, dan bongkah di atas (floating mass). Potensi sesumber daerah bentang-alam glasial adalah sebagai daerah tujuan wisata, dan arena olahraga es, dan sumber air tawar. Bahaya yang sering terjadi adalah guguran avalansi (debris avalanche). menginformasikan jenis bentang-alam glasial.
6.      Bentang-alam Eolian
Bentang-alam Eolian terbentuk oleh angin, terbentuk pada bagian permukaan bumf yang terbatas, yaitu koordinat lintang menengah (300-500LS/LU). Sedangkan tinjauan Secara geografis peluang pembentukannya di daerah aliran sungai besar, bekas salju/gletser mencair, atau zona pesisir dari samudra lepas.
Tiga faktor penyebab pembentukan bentang-alam eolian, yaitu angin berhembus kuat sepanjang tahun, kontinyuitas pasokan pasir (sand supply), dan vegetasi jarang. Wilayah kepulauan Indonesia berpeluang terbentuk bentang-alam eolian, yaitu di pantai-pantai dari pulau yang berhadapan dengan samudra lepas. Pantai yang dimaksud adalah pantai: barat Pulau Sumatra, selatan Pulau Jawa, selatan Kepulauan Nusa Tenggara (Bali - NTT), utara Pulau Sulawesi, dan selatan & utara Pulau Papua. Salah satu pantai yang intens terbentuk bentang-alam ini adalah Pantai Parangtritis di Kabupaten Bantul DIY.
Bentang-alam eolian di Parangtritis merupakan suatu kompleks yang sekuensial. Sebagai embrio dari bentang-alam tersebut adalah pembentukan pematang gisik (beach ridge) di bagian paling selatan, berada di zona garis pantai. Selanjutnya ketika pengaruh air-laut secara langsung sudah kurang dominan, di sebelah utaranya berurutan terbentuk gumuk-pasir (sand-dune) jenis longitudinal (memanjang), barchan (bulan sabit), dan transversal (melintang). Sekuen gumuk-pasir seperti itu akan berakhir di muara Sungai Opak, empat kilometer di sebelah barat Pantai Parangtritis.
Erosi oleh angin secara abrasi dan ablasi. Abrasi berlangsung apabila kerja angin tanpa ada butir pasir, sedangkan ablasi terjadi apabila di dalam angin terkandung butir pasir. Sedimen hasil pengendapan oleh angin mempunyai kesamaan dengan sedimen oleh proses fluvial, yaitu struktur sedimen laminasi, silang siur, dengan sortasi butir baik.
Lahan berpasir di bentang-alam eolian berpotensi sebagai akuifer airbawahtanah dangkal, bahan bangunan pasir. Bahaya yang ditimbulkan oleh mobilitas pasir adalah ancaman kelangsungan jalan umum, lahan pertanian, permukiman, dan geolombang tsunami.. Usaha penghijauan, dan sekaligus mengerem laju pergerakan butir pasir dapat dilakukan di atas lahan gumukpasir dengan menggunakan vegetasi yang sesuai, dan mengikuti system sikat/sisir (comb / brush).
7.      Bentang-alam Pantai dan Pesisir
Pantai merupakan bentang-alam yang penting selain laut di sebelahnya. Pantai merupakan merupakan pembatas antara daratan, dan laut. Secara sederhana didasarkan pada kenampakan garis pantai, bentang-alam ini dibagi menjadi pantai lurus dan pantai berliku.
Pantai lurus adalah pantai dengan konfigurasi garis pantai lurus. Pantai ini berhubungan erat dengan pertumbuhannya pada masa kini ke arah laut (prograding shoreline), hasil sedimentasi atau karena daratan mengalami penaikan. Penciri lain dari pantai ini adalah lereng landai hampir datar, dengan pesisir yang lebar. Kalau memperhatikan jenis pantai lurus ini secara teliti, maka dapat dikenal pantai: lurus sejajar, lengkung, bulan muda, aigi gergaji, Bertanduk.
Pantai berliku adalah pantai dengan konfigurasi garis pantai tidak lurus/berbelok-belok, ini dapat disebabkan oleh tenggelamnya pantai atau pantai itu seolah-olah mundur (retrograding shoreline), pantai mempunyai pesisir yang sempit bahkan kadang-kadang tidak berkembang. Banyak jenis pantai berliku didasarkan pada kekhasannya masing-masing, antara lain: Pantai ria, Pantai fyord, Pantai terjal, Pantai volkanik, Pantai struktural, dan Pantai terumbu. Pantai ria, adlah pantai yang mengalami erosi fluvial kemudian tenggelam, daratan dibelakang pantai tersebut berupa perbukitan. Pantai fyord adalah pantai tenggelam karena erosi glasial. Pantai terjal, mundumya garis pantai terjadi karena pukulan ombak yang kuat, sehingga membentuk tebing terjal, ada indikasi terkontrol oleh tektonik. Pantai volkanik, termasuk dlam pantai berliku, karena aktivitas magma yang lebih sering tidak teratur, dan litologi resisten. Pantai struktural dicirikan adanya tebing yang terjal dan berliku, disebabkan oleh pensesaran atau struktur geologi yang lain. Pantai terumbu mempunyai konfigurasi garis pantai yang berliku, terbentuk karena pertumbuhan koral pada masa kini.
 Tinjauan ringkas geologi lingkungan pantai. Pantai merupakan salah satu pilihan sebagai daerah tujuan wisata. Berkaitan dengan usaha pengembangan, dan managemen pantai, maka low land coastal lebih mudah dikembangkan dibandingkan jenis lain. Pantai rendah dan datar, merupakan wilayah permukiman kelas satu (kualitas, dan kuantitas pemukimnya), sebagai kawasan industri yang paling berkembang, lokasi bandara dan pelabuhan laut yang memadai. Namun kondisi seperti itu tetap saja mengandung sejumlah kendala, antara lain banjir, amblesan, intrusi air-laut, kekurangan air-baku, pencemaran, pertumbuhan kawasan pinggiran yang cenderung kumuh., dan sebagainya.
8.      Bentang-alam Bawah Laut
Sejak paruh ke dua abad 20 orang memperhatikan laut dengan keadaan yang ada di dalamnya. Pada awalnya pemahaman terhadap laut hanya sebatas sampai kedalaman sekitar 100 meter saja. Padahal luasan tubuh air tersebut lebih dari dua kali luas permukaan daratan. Dunia kita ini terdiri dari dua permukaan, yaitu daratan seluas 29%, dan 71% merupakan permukaan laut. Air (dalam pengertian umum) yang terkandung dalam laut mencakup lebih dari 97% total air di dunia.
Banyak kepentingan orang ketika mulai perlu mempelajari laut. Pada awalnya berkaitan dengan usaha eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi. Selanjutnya usaha orang untuk mempelajari dinamika bumi, tidak terhindarkan harus dengan media proses aktual di lantai samudra yang mengalami pemekaran (sea floor spreading). Berkaitan dengan kepentingan ekonomi mineral, orang mulai melirik kemungkinan mengeksploitasi bahan galian industri non minyak bumi, yang teragih baik di dasar zona taut dangkal maupun di zona laut dalam. Bhatt (1978), menyatakan bahwa daratan mempunyai elevasi rata-rata sekitar 0,75 km., dan sebagai puncak tertinggi adalah Mt. Everest (8.900 m.dpal.). Samudra mempunyai kedalaman rata-rata hampir 4 km (tepatnya 3729 m), dan palung (trench) terdalam adalah Palung Mariana (-11.022 m).


















Daftar Pustaka
Lobeck, AK. (1939), Geomorphology, An Introduction to the study of Lanscape,    New York and London: Mc Graw-Hill Book Company. Inc.
Sudarja Adiwikarta dan Akub Tisnasomantri, (1977), Geomorfologi Jilid I,             Bandung: Jurusan Pend. Geografi IKIP Bandung.
Sukmantalya, I Nyoman K, Drs. M.Sc. (1995), Pengenalan Secara Tinjau Geomorfologi dan Terapannya Melalui PJ Untuk Inventarisasi            Sumberdaya Lahan, Cibinong: Bakosurtanal.
Suprapto Dibyosaputro, Drs. M.Sc., (1997), Geomorfologi Dasar, Yogyakarta:      Fakultas Geografi UGM.
Sutikno (1987), Geomorfologi Konsep dan Terapannya “Makalah”, Yogyakarta:    Fakultas Geografi UGM.
Suwijanto, Ir., (tanpa tahun), Geomorfologi “Makalah”, Kursus Pendalaman          Meteri Ilmu Kebumian Bagi Guru SMU Tingkat Regiaonal Jawa            Tengah, Kebumen: LIPI UPT Lab. Alam Geologi Karangsambung.
van Zuidam, R.A, dan F.I. van Zuidam Cancelado, 1979. Terrain Analysis And     Classification Using Aerial Photographs, International Institute for Aerial Survey and Earth Science (ITC) 350, Boulevard Al Enschede, The Netherlands.
Verstappen, M.Th., 1983. Applied Geomorfology (Geomorphological Surveys for             Environmental Development), Amsterdam: Elsevier Science Publishing Company Inc.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar